BANGKA TENGAH - Selasa (16/07/2024) Jajaran Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Pangkalpinang mengikuti Rapat Koordinasi dan Sosialisasi tentang Implementasi Alternatif Pemidanaan dan Keadilan Restoratif bagi Pelaku Dewasa yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Dalam kegiatan yang berlangsung di Hotel Novotel ini selain dihadiri oleh Pelaksana harian (Plh.) Kepala Kantor Wilayah (kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), juga diikuti oleh pihak kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Babel, advokat serta Majelis Tinggi Kerapatan Adat Negeri Pangkalpinang.
Plh. Kepala Kanwil Kemenkumham Babel, Kunrat Kasmiri yang juga selaku Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) membuka kegiatan dan menyampaikan bahwa kegiatan ini sebagai bentuk sinergi berbagai pihak untuk merancang implementasi keadilan restoratif (Restorative justice) bagi pelaku dewasa.
"Restorative Justice merupakan penyelesaian perkara hukum yang menekankan pemulihan antara pelaku dan korban yang bertujuan memperbaiki akibat kerugian, bukan untuk pembalasan, " terangnya.
Melalui rapat koordinasi ini lanjutnya, peran Kemenkumham dalam memfasilitasi pelaksanaan restorative justice dititikberatkan dalam optimalisasi peran Bapas.
Hal Senada diucapkan Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan (Dir PK dan UKRP), Pujo Harianto, sebagai Pemateri utama ia turut memaparkan bahwa Bapas melalui penelitian kemasyarakatan (litmas) dapat memberikan analisis dan rekomendasi penyelesaian perkara sejak pelaku masih berstatus tersangka. Lebih lanjut ia menuturkan bahwa Bapas dapat merekomendasikan pidana alternatif selain hukuman penjara, yang dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam penyelesaian perkara.
Sementara itu, Pujo menyebutkan pemberlakuan pidana alternatif akan efektif berlaku pada tahun 2026 sebagai bentuk penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang diharapkan dapat mengurangi overkapasitas di lapas akibat banyaknya putusan pidana penjara.
"Untuk mewujudkan implementasi Restorative Justice ini diperlukan sinergi dari seluruh aparat penegak hukum, terlebih dari 7 lembaga pemasyarakatan yang ada di Bangka Belitung, 5 diantaranya telah mengalami overcrowded hunian, " terang Pujo.
Dalam rapat menaggapi hal ini, Ketua Pengadilan Negeri Pangkalpinang, R. Heru Kuntodewo yang turut menyampaikan materi menuturkan bahwa pidana alternatif dalam Restorative justice hanya dapat diberlakukan pada tindak pidana ringan dengan nilai kerugian sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah atau setara dengan upah minimum wilayah masing-masing.
Dalam rapat yang berlangsung secara serius tapi penuh suasana keakraban tersebut, Aparat penegak hukum yang hadir tampak cukup antusias terhadap rancangan implementasi Restorative Justice.
Melinda Aritonang, Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat menanggapi bahwa pihaknya menyambut baik pemberlakuan Restorative justice.
"Pengadilan sendiri selalu berupaya sebisa mungkin untuk menghindari hukuman yang bersifat pembalasan, walaupun tidak dipungkiri ada hambatan dan kendala yang dihadapi di lapangan saat pelaksanaan putusan, " ungkapnya.
Sementara itu Kepala Bapas Pangkalpinang, Andriyas Dwi Pujoyanto menyebut bahwa dalam rangka mendukung Restorative justice, Bapas Pangkalpinang telah memiliki rumah singgah Griya Abhipraya yang nantinya dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan pidana alternatif bagi tersangka dewasa maupun anak.
"Untuk saat ini kami memiliki satu gedung Griya Abhipraya yang difasilitasi pemerintah kota, kami harap ke depannya dapat menggandeng pemerintah daerah untuk dapat menbentuk Griya Abhipraya di tiap kabupaten, " ujarnya. (Violla*red)